Tiara Nuraish
1 min readAug 9, 2024

kurasa engkaulah yang paling mengerti tekstur tiap lapisan. maka hatiku kemarin itu kau sayat habis-habisan. apakah tampak lapisan terdalamnya berwujud eigengrau. setelah itu kau usapi tiap-tiap serat lapisan milikku. entah apa tetapi perlahan warnanya memutih. aku tak merintih sebab bibirmu mendongeng ad hominem. lalu kurasa pohon-pohon di hutanku telah menjadi cerdas sebab engkau meruwatnya dengan elok. namun pantaskah serat pohonnya memintamu berumur panjang. kau katakan begini bukan, aku adalah pengelola hutan, nyawaku untuk hutan, semua hutan di muka bumi. maka saat itu juga adanya diriku sebagai hutan yang kau kasihi ingin mewujud seperti engkau. menjadi manusia. lalu tak lagi kukatakan seperti sebelumnya sebab sekarang: tuhan, kalau boleh, suburkan segala hutan di bumi supaya pengelola itu akulah yang merawatnya esok hari.

solo dalam kenangan, sebab s as semua teman.

8 agustus di dapur kosan,

sambal goreng terasi tomatnya dua.

nasi liwet sunda pesanan nggak pakai petai karena kau nggak suka.

lalu sukanya apa. kutanya. sukanya menjadi teman. teman mana yang minta dibikinkan nasi liwet pakai cinta.

haduh. cintanya kutumpahkan semua ke bumbu bikinanku yang entah kenapa aku takut kalau kau yang cicipi. sekali, dua kali, lima kali uji coba, apakah sudah enak rasanya?

jangan kau cicipi ramuan kemiri dan bawang yang sudah ditentukan porsinya itu sebab kau tak suka juga.

cicipi apakah cintaku yang membaur pada liwet pesananmu itu dapat kau rasakan. ah enggak ya? yaudah kubikinkan liwet sejuta kali lagi. bukan untuk mendengarmu katakan bahwa masakanku enak sekali. tapi supaya kau hafal ada rempah yang hanya kusisipkan untukmu.